Selasa, 23 April 2013

Srie: Kurikulum Baru: Siswa SMA Bebas Pilih Mapel Yang D...

Srie: Kurikulum Baru: Siswa SMA Bebas Pilih Mapel Yang D...: Srie, - Salah satu masalah yang masih tersisa dalam draft kurikulum 2013 untuk SMA adalah mengenai penjurusan. Apakah penjurusan masih a...

Srie: Kelompok Peminatan Dimulai Kelas X SMA, Guru BK SM...

Srie: Kelompok Peminatan Dimulai Kelas X SMA, Guru BK SM...: Srie, - Usai pelaksanaan tahap uji publik yang berakhir pada 23 Desember 2012 lalu, Kemendikbud telah memutuskan untuk menggunakan pola ...

Srie: Beban Kian Berat, Pemerintah Akan Ganti Skema Pens...

Srie: Beban Kian Berat, Pemerintah Akan Ganti Skema Pens...: Srie,   - Akibat beban anggaran yang terus bertambah berat, saat ini pemerintah berencana akan mengubah skema program pembayaran pensi...

Srie: Mendikbud: Kemungkinan UN Akan Dihapus

Srie: Mendikbud: Kemungkinan UN Akan Dihapus: Srie, - Rencana pemberlakuan Kurikulum 2013 yang akan dimulai pada Juli, tahun ini, dapat dipastikan akan berpengaruh terhadap keberadaa...

Rabu, 17 April 2013


Selasa, 16 April 2013 | 14:56 WIB
Guru dan Kepala Sekolah Nilai Kebijakan UN Sangat Tidak Tepat
JAKARTA, KOMPAS.com  - Guru, kepala sekolah, dan pengawas menganggap kebijakan ujian nasional (UN) tidak tepat. Namun, pemerintah tetap memaksakan kebijakan UN meskipun layanan pendidikan pada siswa belum terstandar secara nasional.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo di Jakarta, Selasa (16/4/2013), mengatakan, tahun 2012 PB PGRI secara internal melakukan survei tentang UN pada guru, kepala sekolah, dan pengawas. Hasilnya tergambar sebagai berikut: guru sebanyak 28,57 persen menganggap UN sebagai kebijakan yang tidak tepat, dan 42,86 persen sangat tidak tepat.       
Kepala sekolah mengangap kebijakan UN tidak tepat 26,15 persen, dan 49.23 persen menganggap kebijakan UN sangat tidak tepat. Adapun pengawas sebanyak 27 persen menganggap kebijakan UN tidak tepat dan sangat tidak tepat 41,77 persen.
Menurut Sulistiyo,  penilaian itu disebabkan UN tidak berhasil meningkatkan semangat belajar, menimbulkan kecurangan, menimbulkan ketegangan murid, dan menanamkan mental koruptif pada anak. "Meski demikian banyak keberatan dan dampak buruknya, pemerintahan tetap melaksanakan UN setiap tahun. Bahkan pada 2013 nilai UN menjadi salah satu komponen yang menentukan untuk masuk perguruan tinggi tanpa melalui tes (SMNPTN)," kata Sulistiyo.
Akan tetapi, pelaksanaan UN tiap tahun penuh masalah. Puncak kekacauan UN terjadi tahun ini sehingga 11 provinsi tidak bisa serentak mengikuti UN. PGRI, lanjut Sulistiyo, menganggap bahwa kekacauan UN tahun ini bukan sekadar persoalan teknis, tetapi lebih daripada itu adalah masalah humanis, masalah manusia atau human error.
"Karut marut UN merupakan cerminan dari tidak kapabelnya manajemen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam meng-handle amanah dan tugas-tugas penyelenggaraan pendidikan nasional," kata Sulistiyo.
Menurut Sulistiyo, fenomena UN 2013 ini hendaknya menyadarkan kita bahwa adalah muskil  mengharapkan kemajuan bangsa ini dengan mempercayakan pendidikan pada pihak-pihak yang tidak  berkompeten. Sementara itu, kita tahu bahwa pendidikan adalah episentrum yang sangat menentukan perjalanan bangsa ini pada masa mendatang.
Editor :
Rusdi Amral

Selasa, 16 April 2013