Minggu, 26 Agustus 2012

TIPS UNTUK ORANG TUA DAN GURU

 MEMUJI, BAIK ATAU BURUK ?

Orangtua dan pengajar, kerap kali menggunakan pujian untuk mendorong minat anak atau siswanya. Namun, sadarkan Anda, pujian yang terlalu sering dilontarkan pada anak justru bisa berdampak buruk?

Konsultan pendidikan High/Scope Foundation USA, Julie Wigton mengatakan, anak yang sering diberikan pujian akan tumbuh menjadi seorang yang "gila" akan pujian atau praise junkies.

"Pujian yang sering dilontarkan pada anak akan membuat anak menjadi tidak berkembang, tidak kreatif karena apa yang mereka kerjakan hanya untuk mendapatkan pujian atau melakukannya demi seseorang yang memberikan pujian," paparnya di Jakarta, Rabu (21/1).

Seringkali seorang guru di dalam kelas berkata, "Bagus sekali warna hijau untuk rumput yang kamu gambar". Menurut Julie ungkapan tersebut justru akan mematikan kreativitas anak itu atau anak yang lainnya, karena tidak mustahil yang lain pun akan "Bu, rumput aku juga hijau" atau "aku juga mewarnai rumput dengan warna hijau".

Hal itu dilakukan hanya untuk mendapatkan pujian dari sang guru, sebelumnya telah memberikan pujian pada anak yang mewarnai rumput dengan warna hijau.

Dari sisi anak, pujian yang diberikan akan membuat anak mengulangi hal yang sama yang dianggap bagus oleh guru. Sehingga anak tidak berani untuk mencoba hal yang lain dan baru karena khawatir tidak akan mendapat pujian lagi.

"Yang terpenting adalah bagaimana anak mengekspresikan ide mereka. Bukan penilaian yang diberikan guru," ungkap Julie.

Dampak negatif dari pujian adalah anak menjadi tergantung pada duru, orang tua atau dewasa lainnya.

"Anak jadi selalu meminta penilaian pada orang dewasa, apakah gambar saya bagus, dengan kata lain apakah gambar saya sudah sesuai dengan keinginan ibu? padahal kreatifitas anak tidak boleh dibatasi," papar Antarina S.F Amir, Ketua High/Scope Indonesia.

Antarina menambahkan, dengan adanya pujian maka anak cenderung tidak mampu untuk memberikan penilaian sendiri terhadap karyanya. Mereka tidak bisa berkata atau menilai apapun karena penilaian sudah ada di tangan guru atau orang tua.

Dampak yang lebih mengkhawatirkan adalah ketika penilaian guru terhadap karya anak dengan sebuah ungkapan, maka hal tersebut akan menciptakan sekolah pabrik.

"Guru berkata, 'bagus', 'pintar', 'perkerjaan yang baik sekali' terhadap satu anak maka tidak dapat dipungkiri anak lainnya akan berlaku sama karena anak cenderung takut mengambil resiko berbeda, takut tidak mendapat 'bintang' dari guru," ungkap Antarina.

Penelitian yang dilakukan High/Scope Foundation, karya anak yang dibebaskan dalam berkreasi hasilnya lebih baik daripada mereka yang mealakukannya untuk mendapatkan pujian.

Pujian memang bukan sesuatu yang haram, justru baik untuk menghargai hasil kerja anak namun yang terpenting dapat mendukung anak untuk menjadi lebih baik. Strategi yang dapat dilakukan yaitu dengan mendorong anak untuk bisa menggambarkan usaha, ide dan karya mereka.

Gunakan ungkapan yang menyatakan bahwa karya anak itu bagus atau benar dengan ungkapan yang spesifik bukan dengan penghakiman bagus, baik atau benar.

"Jika terbiasa dengan berkata, 'Bagus, kamu memberi warna hijau untuk rumpu, cobalah untuk merubah dengan 'ceritakan bagaimana kamu bisa merwarnainya? Dengan begitu anak akan berani untuk menceritakan kenapa rumput berwarna hijau atau dapat memberi warna lain sesuai dengan imajinasi dan kreatifitas mereka," papar Julie.

Bagus atau buruk pekerjaan anak berilah dorongan padanya, bukan pujian atau celaan. dengan begitu anak dapat bisa menghargai pekerjaannya sendiri. Selain itu anak juga dapat berkembang sesuai dengan usianya.

Jika orangtua dan guru tidak ingin generasi muda Indonesia tercetak dengan 'cetakan' yang sama, maka bisa memulail dari sekarang untuk melahirkan generasi Indonesia yang mandiri dan kreatif dengan pujian yang dapat memotivasi. (cr1/ri)[Republika]

Tidak ada komentar: